Bekas dan Pelakor Adalah Istilah Tidak Manusiawi

 


 Pernah mendengar kalimat seperti ini "kasihan dia dapet bekas pacar si anu.." atau seperti ini "kasihan dia dapet bekas suami si b..." belum lagi dengan istilah pelakor yang merupakan akronim dari perebut laki orang.

 Bekas dan pelakor adalah dua kata yang akan saya bahas kali ini. Menyoal istilah bekas disandingkan dengan pacar atau pasangan, saya kira sudah ada istilah mantan yang kedengarannya lebih manusiawi. Sebab istilah bekas itu kesannya memperlakukan manusia seperti barang sekali pakai.

 Masa mau disamakan dengan benda mati yang berpikirpun dia tidak mampu? Mungkin ada orang yang mengatakan jika bekas tak bagus lagi, atau jika sudah mantan orang tak suci lagi. Konsep turun temurun ini saya pikir sangat aneh. Toh mereka menikah, pacaran juga kehendak mereka dan kita tidak punya kewenangan untuk mengintervensinya.

Kemudian soal bekas, istilah ini seakan menganggap seks suatu yang sangat tabu. Sehingga jika seseorang telah melakukan seks, lantas dikatakan telah dipakai atau bekas. Padahal manusia sendiri lahir juga karena seks. Berarti para ibu dan ayah pantas disebut bekaskah?

 Masa setelah melakukan seks dianggap tak suci, dianggap sudah dipakai, barang bekas dan lain sebagainya? Jika oknum yang dikatai bekas ini merupakan korban pelecehan bagaimana?

 Asumsi saya mengapa sebagian manusia memandang seks sebagai suatu yang tabu & tak suci yakni karena asal individu dari seks, maka dari itu manusia berusaha mensakralkan dengan ritual atau ikatan pernikahan sehingga di luar itu seks dianggap hal yang tabu.

 Begitu juga dengan istilah pelakor, perebut juga memiliki kesan bahwa manusia sama halnya dengan barang. Dapat direbut, seakan-akan tak bisa melawan jika sudah direbut. Kalau dapat direbut, bolapun dapat direbut tanpa ditanyai terlebih dahulu. Berarti laki-laki sudah seperti barang dong? Asal direbut tidak bisa menolak.

  Padahal dalam kasus perselingkuhan, baik pihak laki-laki dan perempuan sama-sama mau. Mereka sama-sama bertindak secara aktif dalam perselingkuhan. Tapi, istilah pelakor ini sudah menjamur di kalangan masyarakat Indonesia. Sehingga membuat kesan seakan menyalahkan perempuan sebagai perebut lelaki. Saya asumsikan istilah ini juga tak lekang dari budaya patriarki yang mengakar di negara ini.


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Menggali Sebab Ketidakadilan Gender

Salah Kaprah dalam Mengamalkan Sustainable Living

Hidup Bahagia dengan Berani Tidak Disukai